Minggu, 21 Juni 2009

Berbahagialah Sahabat…

Sahabat, rasanya hari ini sangat pantas Anda-anda sekalian mendapatkan ucapan selamat atas kehidupan yang hari ini masih sahabat sekalian genggam dan nikmati di dunia ini. Dan sungguh beruntung sahabat mendapatkan kesempatan dan kepercayaan dari Tuhan kita, Allah SWT, menjadi satu dari sekian milyar manusia yang pernah Dia ciptakan dimuka bumi ini dengan Cinta dan Kasih sayang-NYA, untuk tetap menempuh pendidikan di institusi “Jagad Raya” ini. Mengapa saya katakan demikian?
Sahabat, banyak lho dari saudara-saudara kita yang tidak diberikan kepercayaan dan kehormatan oleh Allah untuk menempuh pendidikan dan pengajaran di institusi yang sangat luar biasa ini, mereka harus segera kembali ke Pencipta-NYA, sesaat setelah lahir, atau hanya diberikan kesempatan belajar hanya sebentar untuk ‘menuntut ilmu’, bahkan ada saudara-saudara kita yang belum lahir pun sudah harus ’kembali’.
Sahabat, tahukah Anda bahwa kehidupan di dunia ini adalah sebuah ‘Institusi Pendidikan’ buat Ruh kita; sebuah kawah candradimuka buat Jiwa kita; dimana diri kita akan ditempa dan digembleng sehingga menjadi mahluk yang pantas mendapatkan hormat dari para malaikat, iblis dan mahluk-mahluk lainnya. Intitusi yang hanya diberikan pada sahabat-sahabat tercinta untuk menerima tetesan-tetesan Ilmu-NYA, sehingga dengan demikian Dia hendak menempatkan diri kita beberapa derajat pada posisi yang lebih terhormat dihadapan mahluk-mahluk lainnya.
Sahabat, pernahkah terlintas dan terpikir dalam benak sahabat seandainya kita tidak pernah bersemayam dalam raga ini? Kira-kira apa yang ada dalam bayangan sahabat sekalian? Bukankah kita akan tinggal di alam penantian, yang hanya menunggu datangnya hari kiamat. Seandainya, itu yang terjadi pada diri kita, maka rasanya kita tidak akan pernah mengenal dan mendapatkan percikan Ilmu Allah, yang jika ditulis dengan tinta sebanyak air samudra, ditambah tujuh kalinya lagi tidak akan cukup buat menuliskan Ilmu-NYA. Rasanya kita tidak akan pernah tahu apa itu Fisika, Kimia, Matematika, Sastra, Astronomi, Biologi, Musik, dan masih banyak Ilmu-ilmu lainnya yang hanya bisa kita dapatkan di kehidupan dunia ini dan hanya bisa kita lakukan jika ‘Ruh’ kita mendiami raga kita sekarang ini. Rasanya sangat mustahil ya, kalau kita hidup di alam ruh, kemudian kita bisa mempelajari ilmu-ilmu faal atau ilmu kedokteran atau ilmu-ilmu lainnya. Atau mungkinkah kita bisa membuat kapal laut, tanpa pernah belajar hukum Archimedes, atau bisakah kita membuat pesawat terbang dan kemudian menerbangkannya tanpa pernah tahu hukum Bernouli? Rasanya tidak mungkin, sebab ilmu-ilmu itu hanya bisa kita pelajari disini, bukankah begitu sahabat? Waallahua’alam bishawab.
Oleh karena itu, diawal saya mengucapkan selamat kepada sahabat-sahabat sekalian. Berbahagialah, karena Anda mendapatkan jatah satu ‘kursi’ dibangku pendidikan yang sangat luar biasa ini. Anda bisa mendapatkan kesempatan emas ini secara gratis, tidak perlu antri untuk mendaftar, tidak perlu menjalani berbagai test akademik, psikotest, dan test-test lainnya. Dan lebih hebatnya lagi, Institusi Pendidikan ini, tidak memunggut biaya sepeserpun. Bahkan kita mendapatkan ‘beasiswa’ se-umur hidup, diberikan fasilitas gratis, rumah, mobil, dan perlengkapan hidup lainnya. Dan ‘beasiswa’ itu, Ia berikan kepada seluruh ‘siswa’ tanpa terkecuali; ingat tanpa Terkecuali! meskipun ‘siswa’ tersebut buandel, pembangkang, tidak bisa diatur, tidak pernah mengingat-NYA, apalagi bersyukur kepada-NYA. Tetapi Allah, tetap memberikannya jatah ‘beasiswa’-nya tanpa dipotong barang sedikit pun. Subhanallah, Sungguh Maha Sempurna ada-NYA.
Sahabat, ingatlah nasehat para bijak ‘janganlah berhenti untuk belajar’. Selama Ruh kita masih bersemayam dalam raga ini, teruslah belajar dan belajar. Belajar bukan berarti kita harus duduk di bangku-bangku sekolahan, seperti yang sahabat pahami selama ini. Tetapi belajar bisa kita lakukan dimana pun dan kapan pun dan dari siapa pun datangnya. Belajar dari alam dan lingkungan, Semoga kita benar-benar menjadi mahluk yang pantas mendapatkan kehormatan yang sangat luar biasa ini. Sadarilah dan renungilah, semoga Allah berkenan pada diri kita. Salam.

SocialTwist Tell-a-Friend

Selasa, 16 Juni 2009

Dimanakah Shirathal Mustaqiem itu?

Sahabat, mungkin ada diantara kita waktu kecil dahulu pernah mendengar cerita tentang hari kiamat. Katanya disana nanti kita akan disuruh melewati sebuah ‘jembatan’ yang sangat-sangat tipis, bahkan diibaratkan seperti rambut bayi yang dibelah menjadi tujuh bagian. Dan kita, katanya, dipaksa oleh malaikat untuk menyebrangi jembatan tersebut. Yang lolos sampai ke seberang, surga-lah imbalannya; dan yang kurang terampil akan jatuh ke dasar jurang, dimana api neraka sudah siap menunggunya. Mungkin ada diantara kita waktu kecil dulu, karena ter-inspirasi oleh cerita tersebut, lantas melakukan pelatihan jalan menyebrangi sebatang bamboo. Latihan keseimbangan dengan harapan nanti kita sudah terlatih sehingga tidak terpeleset dan terpelanting jatuh ke jurang neraka. 
Sahabat, jika benar seperti itu adanya; sepertinya kita harus berpikir ulang untuk belajar menjadi pemain sirkus. Sehingga bisa berjalan diatas seutas tali di ketinggian 10 meter, atau naik sepeda roda satu. Tapi benarkah seperti itu ya di hari penghisaban nanti? Waallahua’lam. Hanya Allah yang tahu dan sudah selayaknya kita menyerahkan segala urusan yang gaib hanya kepada-NYA.
Sahabat, hari ini mari ijinkan saya untuk menguraikan pemaham saya tentang ‘Jalan Lurus Yang Sempit’ – Shirathal mustaqiem. Mudah-mudahan apa yang saya uraikan bisa menjadi bahan perenungan buat kita, dan mudah-mudahan Allah membimbing kita.
Sahabat, bagi saya sirathal mustaqiem itu adanya adalah di dunia ini. Bukan di hari kiamat seperti cerita yang dahulu saya dengar waktu kecil. Sirathal mustaqiem, itu setiap hari kita lewati. Kita lalui, baik ketika kita aktif bergerak maupun dikala kita duduk. Jalan yang senantiasa kita lewati ketika kita banyak bicara maupun ketika kita terdiam membisu. Intinya disetiap waktu dan setiap kesempatan disitulah sirathal mustaqiem kita lalui. Disaat kita bercanda, disaat kita serius bekerja, disaat kita sendirian, dan disaat kita berinteraksi dengan lingkungan.
Sirathal mustaqiem adalah sebuah jalan kehidupan yang sangat-sangat tipis sekali. Yang sangat-sangat tipis membedakan antara kebenaran dan kesalahan, antara kebatilan dan kemungkaran, antara kebaikan dan keburukan. Buktinya apa?
Sahabat, saya bukanlah seorang muslim yang rajin menghadiri sebuah majelis-majelis ceramah keagamaan. Saya hanya kadang-kadang mengikutinya dari siaran di tv, radio, atau dari masjid dekat rumah yang memasang speaker-nya keras-keras sehingga bisa didengar dari rumah. Kadang kalau mendengar ceramah-ceramah keagamaan, saya itu mengelus dada dan memohon ampun kepada-NYA. Mengapa? Yah bagaimana tidak, kadang para penceramah itu mengabarkan kebaikan tapi juga mereka kadang merendahkan orang lain. Dalam benak saya apakah mereka tidak berpikir kalau ucapannya itu atau sindirannya itu bisa menyakiti hati orang lain. Mungkin apa yang dikatakannya benar adanya, tetapi mereka telah dijebak oleh syaitan dari jalan kebaikan dan tanpa disadari, dan bisa jadi itulah bentuk ujian dari Allah.
Itu hanyalah salah satu contoh, masih banyak lagi contoh-contoh lain yang mungkin saja pernah kita alami sendiri. Banyak, sangat banyak. Hanya diri kitalah yang bisa mengukurnya. Karena sangat-sangat tipisnya antara kebaikan dan keburukan itu, makanya Allah melalui Utusan-NYA mengajarkan kita untuk selalu membaca surat Al-fatekah pada setiap rakaat dalam shalat, shalat apa pun itu. Sahabat semua pasti sudah lebih tahu dan paham, bahwa disana ada doa yang sangat indah. Yaitu Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nimat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS 1 : 6 -7)
Sahabat, itulah makna yang saya pahami tentang sirathal mustaqiem. Sirathal mustaqiem ya ini, kehidupan di dunia ini, bukan ditempat lain. Lantas apa yang akan kita lakukan? Ada baiknya kita lebih berhati-hati dalam setiap melakukan tindakan dalam hidup ini, dipikirkan dengan cara yang arif dan bijaksana. Agar kita tidak terpeleset dan terpelanting dalam anggapan yang menurut kita adalah baik dan benar. Belum tentu apa yang kita pahami dan kita jalani, yang menurut kita baik itu benar-benar baik. Tapi jangan takut untuk melangkah dan berbuat baik, percayalah Allah akan selalu membimbing kita. Seperti halnya seekor semut yang tersesat dari jalur perjalanannya. (Kalau ada waktu sempatkanlah untuk memperhatikan semut yang berjalan beriringan di dinding atau di tanah). Seperti itulah Allah akan membimbing kita menuju kepada-NYA. Allah Maha Pengasih dan Penyayang semua umat-NYA.
Sahabat, semoga ini bermanfaat buat kita semua. Dan menjadikan kita lebih arif dan bijak dalam bertindak di kehidupan dunia ini. Sadari dan renungilah, semoga Tuhan berkenan pada diri kita.

SocialTwist Tell-a-Friend

Senin, 15 Juni 2009

Dimanakah letak Keadilan Tuhan?

Suatu ketika, seorang teman yang memeluk agama budha datang berkunjung ke rumah (sekarang dia menjadi moslem, Alhamdulillah). Sudah menjadi kebiasaan kami pada waktu itu, apabila bertemu kami saling berdiskusi tentang agama dan keyakinan kami sampai larut malam.
Saya sangat terkejut ketika dia bertanya kepada saya begini:
“Gung, katanya Tuhan – Allahmu itu Maha Adil? Apa buktinya? Bukankah kau lihat sendiri, kalau Tuhan-mu itu Maha Adil kenapa Dia ciptakan manusia itu ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang cacat, dan sebagainya? Kalau demikian lantas dimana letak keadilan-NYA?”
Pertanyaan yang sangat-sangat sulit bagi saya untuk menjawabnya saat itu. Memang kalau kita perhatikan lingkungan disekeliling kita terlihat sekali bahwa Tuhan itu tidak adil. Sangat-sangat tidak adil, kenapa Dia tidak menciptakan seluruh mahluknya (manusia) dalam kondisi yang sama semuanya. Kalau kaya ya kaya semuanya, kalau miskin ya miskin semuanya. Pokoknya semua harus sama dan seragam, itu namanya baru adil.
Sulit, sungguh pertanyaan yang sangat sulit buat saya menjawabnya. Akhirnya saya minta waktu untuk merenungkannya, dan dia setuju. Akhirnya mulailah saya mencari-cari referensi, saya bolak-balik lembaran-lembaran Al-quran, dan referensi-referensi lainnya. Ternyata tidak ada jawaban yang secara jelas menerangkan tentang ke-Adilan Tuhan. Hampir putus asa waktu itu, tetapi kembali Allah menunjukkan ke-Besaran-NYA kepada saya. Pada saat saya tadarus di pagi hari, Allah menunjukkan sebuah ayat yang sangat-sangat indah, dan itulah jawaban atas pertanyaan teman saya.
Ayat tersebut intinya menerangkan bahwa kekayaan, kemiskinan, keberuntungan dan kemalangan itu sesungguhnya adalah cobaan atau ujian bagi kita. Orang kaya dan orang miskin yang hidup di dunia ini sama-sama sedang di uji keimanannya, begitu juga orang yang merasa beruntung dan orang yang merasa malang nasibnya juga sedang di uji keimanannya oleh Allah SWT. Jadi mudah dipahami disini, bahwa Tuhan sangat-sangat Adil, dan keadilan Allah terletak pada Ujian yang diberikan-NYA.
Mari kita lihat dimana korelasi antara UJIAN dan KEADILAN Allah itu. Perhatikan sekeliling kita, ada (bahkan banyak) orang-orang yang lupa kepada Allah karena mereka sibuk dengan harta dan keberuntungannya. Mereka lupa bersyukur, lupa sholat, dan sebagainya. Tetapi dilain sisi banyak juga orang-orang yang nasibnya kurang beruntung melakukan hal yang sama dengan orang-orang yang nasibnya lebih beruntung. Coba perhatikan mereka-mereka, maaf, yang hidupnya menengadahkan tangan di perempatan-perempatan jalan. Sempatkah mereka mengingat Allah? :). Padahal Allah sudah jelas menerangkan dalam kitab suci Al-quran, Allah akan melupakan orang-orang yang tidak pernah mengingat-NYA sebagaimana mereka telah melupakan-NYA selama di dunia ini. Naudzubillah. Dan di’sana’ nanti mereka itu (golongan beruntung dan golongan malang) akan sama-sama mendapatkan imbalan yang setimpal atas kelalaiannya. Jadi kalau Anda kaya dan merasa beruntung tetapi lupa kepada Allah, nasibnya tidak akan beda dengan jika Anda miskin dan merasa malang dalam hidup ini, yaitu sama-sama akan mendapatkan imbalan yang setara dengan kelalaian Anda. Tidak akan dibedakan pembalasan Allah nantinya, semua sama sesuai dengan amalannya di dunia. Adil bukan? :)
Jadi itulah letak Keadilan Allah. Sadarilah dan renungilah, semoga Allah berkenan kepada kita.

Kelahiran, Penantian, dan Kematian

Sahabat pernahkah terlintas dalam benak kita mengenai kelahiran kita di dunia ini? Untuk apa kita dilahirkan? Dan mengapa kita yang terpilih untuk dilahirkan di dunia ini, tanpa ada kesempatan untuk mengelak dari kelahiran ini.
Sahabat, sesungguhnya kelahiran itu adalah menunggu kematian. Itu yang pasti akan kita jalani di dunia ini. Lantas kapan penantian kita itu akan terjadi? Waallahua’lam. Hanya Tuhan yang memegang rahasia kematian setiap mahluk. Kalau demikian, lantas apa yang harus kita lakukan?
Sahabat, kematian adalah suatu hal yang pasti kita hadapi. Kita tidak usah takut menghadapinya, kita mustinya berbahagia karena dengan jalan kematian tersebut kita dapat bertemu dengan-NYA. Sebuah Dzat yang Maha Agung yang telah dengan Kemurahan-NYA mengulurkan Tangan-NYA untuk membentuk Pribadi kita.
Sahabat, mari kita hentikan sejenak hati kita dari kesibukan sehari-hari. Mari kita perhatikan dan kita renungkan apa yang akan kita lakukan dalam hidup ini. Pernah kah sahabat merasa jenuh dan penat melalui hari-hari yang terkadang membosankan, dengan rutinitas yang itu-itu saja. Bangun tidur, berangkat ke kantor, pulang lagi kerumah, tidur, bangun lagi… dan seterusnya.
Sahabat, jika sahabat mengalami hal semacam itu tak perlu rasanya kita mengeluh, kemudian mencari hal-hal negative untuk membayar kejenuhan kita. Bersyukurlah kepada-NYA, yang telah memberikan kesibukan pada diri kita masing-masing dengan segala rutinas-nya, sehingga dengan tiada terasa waktu penantian kita terlewatkan tanpa kita sadari. Dan tanpa terasa pula umur kita semakin habis, kemudian tibalah saat yang kita nanti-nantikan untuk berdiam diri di Alam Kelanggengan.
Coba bayangkan seandainya ini yang akan kita jalani ketika terlahir di dunia ini. Anda lahir, menangis untuk pertama kali, kemudian di nina bobokan oleh orang tua kita dengan kasih sayang. Kemudian setelah cukup umur, kita hanya duduk manis menunggu datangnya kematian. Padahal kita tidak pernah tahu kapan datangnya kematian tersebut, yang kita lakukan sehari-hari hanya duduk menunggu dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam. Duduk, diam dan menunggu-nunggu malaikat datang menjemput kita. Kira-kira bosan tidak? Jenuh tidak? Sahabat sekalian pasti pernah merasakan betapa menyebalkan dan membosankannya pekerjaan yang namanya ‘menunggu’ itu.
Oleh karena itu sahabat, bersyukurlah kita kepada-NYA karena dengan kemurahan-NYA kita diberikan kesibukan sehingga kita tidak menyadari bahwa sisa hidup kita tinggallah sedikit. Dan saat-saat yang sahabat sekalian, dan juga Saya nanti-nantikan tiba dengan sendirinya. Saat dimana kita diberikan kesempatan untuk berjumpa dengan Sang Pencipta kita.
Jadi tugas kita hanyalah BEKERJA dengan sebaik-baiknya dan biarkan Tuhan yang memberikan BALASAN-nya. Sadarilah dan renungilah itu, semoga Tuhan berkenan pada diri kita.

SocialTwist Tell-a-Friend