Minggu, 28 Maret 2010

Dalamnya Lautan Tak Setinggi Bulan

Sahabat, sebagian besar orang memiliki angan-angan dan harapan untuk suatu saat bisa berkelana ke luar angkasa dan mendarat di bulan. Entah apa yang dicari diatas sana. Begitu banyak biaya besar yang harus dikeluarkan untuk mengadakan riset dan menciptakan perangkat agar manusia bisa mendarat di bulan. Dan sejauh ini hanya satu orang saja yang berhasil menjejakan kakinya di bulan, dan itu pun masih menjadi sebuah controversial dikalangan para ilmuwan dan para astronom. Ditambah lagi kejadian itu terjadi hampir empat puluh tahun silam, dan sampai hari ini belum ada berita atau sekedar cerita ada manusia yang berhasil menjejakan kaki di bulan kembali. Malangnya lagi, setelah sampai dibulan yang didapatkan hanya hamparan tanah gersang dan berbatu, tidak ada manfaat yang bisa diambil dari pencapaian pendaratan di bulan selain gengsi belaka.
Sahabat, entah mengapa kebanyakan dari kita lebih banyak bermimpi dan berharap untuk mencapai bulan daripada berpikir untuk menyelam ke dasar lautan. Padahal dengan menyelam ke dasar lautan, sudah jelas hasil yang akan kita petik. Tidak perlu kita menyelam sampai ratusan atau ribuan kilometer ke dasar lautan. Dan tidak perlu biaya yang besar untuk kita bisa mencapai dasar lautan, lihat saja para nelayan yang hanya mengandalkan kekuatan menahan napas mereka, dengan hanya bermodalkan kacamata sederhana, dan tidak perlu menyelam sampai ratusan meter, cukup beberapa meter saja mereka sudah sanggup mendapatkan butiran-butiran mutiara dan marjan yang indah dan mahal harganya. Dan itu adalah nyata, sahabat. Bukan angan-angan kosong melompong.
Sahabat, itu hanyalah sebuah ilustrasi tentang diri kita yang lebih sering memandang keluar dari diri kita dan berharap mendapatkan keberuntungan seperti keberuntungan yang didapatkan orang lain. Padahal apa yang kita harapkan itu sangat sulit terwujudkan, karena Tuhan yang di atas sana, sudah membagi-bagikan keberuntungan sesuai dengan yang Dia kehendaki dengan Ilmu-NYA yang Maha Arif dan Bijaksana.
Sahabat, daripada kita berharap dan berangan-angan sesuatu yang sangat sulit tercapai. Kenapa tidak kita coba sesuatu yang sudah pasti hasilnya, seperti para penyelam mutiara. Cobalah duduk sejenak, rileks, sambil minum teh atau secangkir kopi. Dan coba renungkan dan selamilah kedalam diri kita sendiri. Ke dasar hati kita masing-masing, pejamkan mata dan rasakan keheningan disetiap ruang dalam hati kita. Carilah disisi mana dari hati kita yang memiliki gejolak ingin ini, ingin itu, dan ingin-ingin yang lainnya. Perhatikan baik-baik, aturlah napas perlahan-lahan. Sahabat akan mendapati bahwa ternyata kita tidak memerlukan apa-apa. Diri kita hanya butuh ketenangan, makan minum secukupnya, dan kedamaian.
Sahabat, itulah yang saya sebut dengan hasil yang pasti akan kita dapatkan, Mutiara-mutiara kehidupan yang sederhana dan akan membawa kita kepada kedamaian dan ketenangan hidup. Jauh dari hiruk pikuk harapan dan angan-angan yang ada dalam pikiran kita.
Sahabat, semoga ini bermanfaat buat kita semua. Dan menjadikan kita lebih arif dan bijak dalam bertindak di kehidupan dunia ini. Sadari dan renungilah, semoga Tuhan berkenan pada diri kita.

Kamis, 18 Maret 2010

Pertanyaanku hanya satu, Tuhan

“Mengapa itu terjadi pada mereka?”

Tuhan, akhir-akhir ini aku banyak mendengar dan membaca berita tentang berbagai peristiwa bencana yang sedang melanda negeri ini. Tanah longsor yang menimbun sekian banyak jiwa, banjir yang merendam dan menghanyutkan hamba-hamba-MU, kebakaran yang telah menghanguskan sebagian dari umat-MU. Sedih dan pilu rasanya menyaksikan penderitaan yang harus mereka nikmati.
Harta benda yang mereka kumpulkan sedikit demi sedikit, dengan cara yang halal. Kadang mereka harus kerja di saat yang lainnya sedang lelap tertidur diatas kasur empuk, berselimut kain yang hangat. Tetapi kenapa semua itu Engkau ambil kembali dengan cara-cara yang sangat mengenaskan. Engkau kirimkan bencana tanah longsor, banjir, dan api yang meluluh lantakkan harapan mereka.
Sementara disisi lain Tuhan, ada hamba-hambamu yang begitu Engkau manjakan dengan berbagai kenikmatan hidup. Engkau fasilitasi semua kebutuhan hidup mereka di dunia dengan mudah. Engkau sediakan mobil-mobil mewah, rumah-rumah mewah, bukan hanya satu tapi beberapa buah sekaligus. Padahal Tuhan, sejauh yang kami tahu mereka dapatkan dengan cara-cara yang busuk. Merampok, merampas, dan korupsi. Tetapi sejauh ini Engkau tidak pernah mengirimkan bencana buat mereka yang telah hidup dalam kemunafikan.
Satu pertanyaanku Tuhan, “Begitukah caramu mencintai dan menyayangi hamba-hamba-MU?”
[Maaf Tuhan, bukannya saya hendak lancang bertanya kepada-MU. Tetapi hamba hanya coba merenungi dan mencoba mengerti apa yang sesungguhnya Kau inginkan pada diri kami ini.]
Aku ingin agar hamba-hamba-Ku hanya menggantungkan hidupnya padaku semata-mata dan bukan pada harta yang mereka kumpulkan. Percayalah Aku tidak akan menelantarkan kalian di dunia dan akherat nanti.
Aku ingin agar hamba-hamba-Ku yang berbuat nista menyadari kesalahannya dan segera bertobat, oleh karena itu aku tangguhkan mengirim bencana kepada mereka. Agar nanti mereka dapat kembali kepada-Ku dengan jiwa suci-nya seperti waktu Aku ciptakan dulu.
Itulah cara Aku mencintai seluruh umat-Ku.