Senin, 25 Oktober 2010

HIDUP YANG ANEH

Aku tertunduk lesu merenungi jalan hidup yang serasa aneh dan membingungkan ini. Pegangan hidup serasa hambar tak ada petunjuk pasti yang dapat memberikan tuntunan arah mana yang hendaknya aku tempuh. Bahkan diusia yang masih sangat ingusan ini jejak kehidupan ini terasa aneh dan asing bagiku. Doktrin-doktrin yang selama ini menyesaki otakku adalah doktrin-doktrin yang aneh, yang kontradiktif dalam kehidupan nyata yang aku temui. Dan kian hari kian sesak menjejali pikiranku.
Dalam satu kesempatan orang tua selalu mengajarkan bahwa hidup itu harus begini, terus begini, dan kemudian begini. Dan aku melihatnya itu seperti sebuah keharusan yang mesti aku jalani agar tersematkan dalam kehidupan ini bahwa aku sukses dan berjaya dalam kehidupan ini.
Jalan hidup yang demikian seakan sebuah jalur kereta api yang membosankan bagi jiwaku……
Dan anehnya lagi aku tidak ada kemampuan untuk melepaskan dari belenggu alur yang sudah dibentuk oleh doktrin-doktrin kehidupan ini, yang dianut secara meluas oleh setiap manusia pada umumnya. Coba anda bayangkan, pertama sekali dalam sejarah hidup anda; anda mesti lahir ke dunia ini dengan tanpa ada kesempatan untuk memilih sama sekali. Memilih orang tua, memilih lingkungan, dan memilih status kelahiran Anda. Seandainya kita boleh memilih, mungkin aku akan memilih lahir dari lingkungan yang kaya raya, yang bisa memenuhi semua hasrat kebutuhan hidup duniawi, hidup dilingkungan kaum elite, di negara yang makmur dan semuanya yang baek-baek menurut itungan aku.
Kemudian ketika aku beranjak menjadi anak-anak sampai dengan remaja, aturan hidup memaksa aku untuk bersekolah, menuntut ilmu untuk bekal hari depan katanya. Selesai sekolah aku harus bekerja, terus kawin dengan wanita, punya anak, membesarkan anak, dan mati…….. uhk… monoton sekali putaran kehidupan ini. Nggak jelas tujuannya. Otakku selalu dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang semakin menghimpit jiwaku.
Kenapa aku harus lahir?
Kenapa aku harus kerja?
Kenapa aku harus kawin dan punya anak?
Kenapa semua itu harus aku lakukan kalau toh kemudian aku mati?
Sebenarnya siapa aku ini, untuk apa aku ini ada?
Aku bolak-balik semua kitab suci untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan itu, dari Injil, bhagavadgita, sampai dengan al-quran. Tidak ada jawaban pasti untuk semua pertanyaanku itu, hanya beberapa saja yang dapat memberikan pencerahan, yang ada bahwa aku itu memang harus pasrah menerima apa adanya jalan kehidupanku. Memang nggak ada pilihan lain bahwa itulah jalur hidupku, semuanya sudah tertulis dalan sebuah buku besar ‘ blue-print’ hidupku bahkan sebelum aku lahirpun semua itu sudah ada skenario-nya.
Yah mau gimana lagi… terus apa gunanya aku mesti capek-capek melalui hidup ini. Capek lahir dan batin, kalau toh ternyata hasilnya itu sudah pasti dan tidak dapat diganggu gugat. Bahkan oleh para malaikat pun.
Hmm.. aku sadar bahwa kalau ada orang yang membaca tulisan ini. Pasti beranggapan bahwa aku ini atheis, kafir, dan lain-lainlah dengan julukan-julukan yang aneh-aneh juga. Tapi apakah salah jika aku bertanya tentang misteri kehidupan ini. Toh dalam kenyataan hidup yang aku lihat sehari-hari, banyak juga manusia-manusia yang dalam pandangan manusia lainnya adalah insan khamil, manusia yang mungkin lebih dekat ketakwaannya kepada Sang Pencipta, tetep aja sifat tamaknya muncul. Banyaklah contohnya, aku nggak usah nyebutin satu per satu, anda-anda pasti juga ngerti kok yang aku maksud.
Andaikan….. andaikan aku bisa memutus rantai kehidupan ini, rantai kehidupan yang menjadi jalur umum kehidupan manusia. Aku pengen lho, jadi manusia bebas… manusia yang lepas dari segala belenggu-belenggu keteraturan hidup. Aku bebas berekspresi, bebas memilih jalur hidupku tanpa ada perasaan takut melakukan semua yang kumau akan mendapat balasan… hihihi…. Atheis dong ya… meniadakan hukum-hukum Tuhan.
Jangan ah… ntar aku bisa dibunuh oleh ‘orang-orang suci’ kalo nerusin tulisan ini.
Tapi ntar dulu deh… aku pernah perhatikan semut-semut yang berbaris di dinding kamarku( alah… kayak obi mesah aja). He he…. Tapi ini bukan bercerita tentang soal cinta ingusan seperti obi mesah itu. Begini ceritanya, aku pernah iseng mengganggu jalur jalan semut-semut itu dengan mengoreskan jari telunjukku, dan akibatnya jelas semut-semut itu jadi kehilangan panduan jalan pulang ke sarangnya. Mereka jadi terkacaukan dengan ulahku itu…. Tetapi setelah beberapa saat kemudian semut-semut itu dah bisa menemukan kembali jalur baru untuk menuju kesarangnya. Aku tertegun… jantungku berdegub keras… akhirnya aku jatuh lemas dan menangis sambil tak henti-hentinya aku sebut nama-NYA. Sungguh suatu hal yang mengagumkan. Aku jadi teringat dengan sebuah ayat dalam al-quran, yang mungkin tidak asing bagi Anda yang muslim. Tahukah anda dengan ayat “Ihdinasshirathal mustaqiem…” ya sebuah ayat di surat al-fatekah. Yang artinya Tunjukilah aku ke jalan yang lurus. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang bertakwa.
Udah dulu ah…. Capek.

Minggu, 28 Maret 2010

Dalamnya Lautan Tak Setinggi Bulan

Sahabat, sebagian besar orang memiliki angan-angan dan harapan untuk suatu saat bisa berkelana ke luar angkasa dan mendarat di bulan. Entah apa yang dicari diatas sana. Begitu banyak biaya besar yang harus dikeluarkan untuk mengadakan riset dan menciptakan perangkat agar manusia bisa mendarat di bulan. Dan sejauh ini hanya satu orang saja yang berhasil menjejakan kakinya di bulan, dan itu pun masih menjadi sebuah controversial dikalangan para ilmuwan dan para astronom. Ditambah lagi kejadian itu terjadi hampir empat puluh tahun silam, dan sampai hari ini belum ada berita atau sekedar cerita ada manusia yang berhasil menjejakan kaki di bulan kembali. Malangnya lagi, setelah sampai dibulan yang didapatkan hanya hamparan tanah gersang dan berbatu, tidak ada manfaat yang bisa diambil dari pencapaian pendaratan di bulan selain gengsi belaka.
Sahabat, entah mengapa kebanyakan dari kita lebih banyak bermimpi dan berharap untuk mencapai bulan daripada berpikir untuk menyelam ke dasar lautan. Padahal dengan menyelam ke dasar lautan, sudah jelas hasil yang akan kita petik. Tidak perlu kita menyelam sampai ratusan atau ribuan kilometer ke dasar lautan. Dan tidak perlu biaya yang besar untuk kita bisa mencapai dasar lautan, lihat saja para nelayan yang hanya mengandalkan kekuatan menahan napas mereka, dengan hanya bermodalkan kacamata sederhana, dan tidak perlu menyelam sampai ratusan meter, cukup beberapa meter saja mereka sudah sanggup mendapatkan butiran-butiran mutiara dan marjan yang indah dan mahal harganya. Dan itu adalah nyata, sahabat. Bukan angan-angan kosong melompong.
Sahabat, itu hanyalah sebuah ilustrasi tentang diri kita yang lebih sering memandang keluar dari diri kita dan berharap mendapatkan keberuntungan seperti keberuntungan yang didapatkan orang lain. Padahal apa yang kita harapkan itu sangat sulit terwujudkan, karena Tuhan yang di atas sana, sudah membagi-bagikan keberuntungan sesuai dengan yang Dia kehendaki dengan Ilmu-NYA yang Maha Arif dan Bijaksana.
Sahabat, daripada kita berharap dan berangan-angan sesuatu yang sangat sulit tercapai. Kenapa tidak kita coba sesuatu yang sudah pasti hasilnya, seperti para penyelam mutiara. Cobalah duduk sejenak, rileks, sambil minum teh atau secangkir kopi. Dan coba renungkan dan selamilah kedalam diri kita sendiri. Ke dasar hati kita masing-masing, pejamkan mata dan rasakan keheningan disetiap ruang dalam hati kita. Carilah disisi mana dari hati kita yang memiliki gejolak ingin ini, ingin itu, dan ingin-ingin yang lainnya. Perhatikan baik-baik, aturlah napas perlahan-lahan. Sahabat akan mendapati bahwa ternyata kita tidak memerlukan apa-apa. Diri kita hanya butuh ketenangan, makan minum secukupnya, dan kedamaian.
Sahabat, itulah yang saya sebut dengan hasil yang pasti akan kita dapatkan, Mutiara-mutiara kehidupan yang sederhana dan akan membawa kita kepada kedamaian dan ketenangan hidup. Jauh dari hiruk pikuk harapan dan angan-angan yang ada dalam pikiran kita.
Sahabat, semoga ini bermanfaat buat kita semua. Dan menjadikan kita lebih arif dan bijak dalam bertindak di kehidupan dunia ini. Sadari dan renungilah, semoga Tuhan berkenan pada diri kita.

Kamis, 18 Maret 2010

Pertanyaanku hanya satu, Tuhan

“Mengapa itu terjadi pada mereka?”

Tuhan, akhir-akhir ini aku banyak mendengar dan membaca berita tentang berbagai peristiwa bencana yang sedang melanda negeri ini. Tanah longsor yang menimbun sekian banyak jiwa, banjir yang merendam dan menghanyutkan hamba-hamba-MU, kebakaran yang telah menghanguskan sebagian dari umat-MU. Sedih dan pilu rasanya menyaksikan penderitaan yang harus mereka nikmati.
Harta benda yang mereka kumpulkan sedikit demi sedikit, dengan cara yang halal. Kadang mereka harus kerja di saat yang lainnya sedang lelap tertidur diatas kasur empuk, berselimut kain yang hangat. Tetapi kenapa semua itu Engkau ambil kembali dengan cara-cara yang sangat mengenaskan. Engkau kirimkan bencana tanah longsor, banjir, dan api yang meluluh lantakkan harapan mereka.
Sementara disisi lain Tuhan, ada hamba-hambamu yang begitu Engkau manjakan dengan berbagai kenikmatan hidup. Engkau fasilitasi semua kebutuhan hidup mereka di dunia dengan mudah. Engkau sediakan mobil-mobil mewah, rumah-rumah mewah, bukan hanya satu tapi beberapa buah sekaligus. Padahal Tuhan, sejauh yang kami tahu mereka dapatkan dengan cara-cara yang busuk. Merampok, merampas, dan korupsi. Tetapi sejauh ini Engkau tidak pernah mengirimkan bencana buat mereka yang telah hidup dalam kemunafikan.
Satu pertanyaanku Tuhan, “Begitukah caramu mencintai dan menyayangi hamba-hamba-MU?”
[Maaf Tuhan, bukannya saya hendak lancang bertanya kepada-MU. Tetapi hamba hanya coba merenungi dan mencoba mengerti apa yang sesungguhnya Kau inginkan pada diri kami ini.]
Aku ingin agar hamba-hamba-Ku hanya menggantungkan hidupnya padaku semata-mata dan bukan pada harta yang mereka kumpulkan. Percayalah Aku tidak akan menelantarkan kalian di dunia dan akherat nanti.
Aku ingin agar hamba-hamba-Ku yang berbuat nista menyadari kesalahannya dan segera bertobat, oleh karena itu aku tangguhkan mengirim bencana kepada mereka. Agar nanti mereka dapat kembali kepada-Ku dengan jiwa suci-nya seperti waktu Aku ciptakan dulu.
Itulah cara Aku mencintai seluruh umat-Ku.

Senin, 25 Januari 2010

Perhormatan Seperti Apa Yang Kita Cari?

Sahabat, kejadian ini terjadi saat saya bersama beberapa rekan kerja istirahat makan siang di warung tenda samping kantor kami. Saat kami tengah menikmati makan siang sambil ngobrol, tiba-tiba terjadi kegaduhan dijalanan tepat disamping tenda kami. Kami pun secara reflek bergegas keluar tenda dan mencoba melihat serta mencari tahu penyebab kegaduhan tersebut.
Pada saat kami sudah diluar, ada segerombolan orang sedang mengerubuti dua orang yang sepertinya sedang berselisih paham. Satu orang dengan celana pendek dan berkaos sport warna putih mengenakan rompi kulit warna hitam, tubuhnya cukup berisi, sementara yang satunya memakai celana jin lusuh berkaos coklat muda dan bertopi sambil menggendong tas punggung hitam yang sudah sobek sudut-sudutnya.
Kami melihat orang yang pertama mengangkat sepeda diatas kepalanya kemudian membanting sepeda tersebut ke aspal jalanan. Kemudian ia berlari mengejar orang kedua, dan mendaratkan beberapa kali pukulan dan tendangan ketubuhnya. Orang yang dipukul dan ditendang jatuh ke aspal sambil merintih kesakitan. Orang-orang yang melihat kejadian tersebut, sebenarnya sudah berusaha mencoba melerai dan menghalangi pertikaian tersebut. Akan tetapi mereka sudah tidak kuasa menahan tenaga orang yang sedang marah tersebut.
Saya mencoba mencari tahu apa yang menjadi sebab kemarahan orang yang membanting sepeda tersebut. Sahabat, sungguh ‘menakjubkan’ apa yang menjadi penyebab kemarahan orang tersebut. Masalahnya ternyata hanyalah sebuah kejadian yang sangat-sangat sepele.
Kejadian bermula ketika Si Pemarah tersebut hendak membuka pintu mobil-nya, dan tiba-tiba tanpa sengaja ada seorang pengendara sepeda yang menyenggol badannya, sehingga mukanya yang tambun itu kejedok ke pintu mobilnya. Memang saya lihat ada sedikit memar dibawah kelopak mata sebelah kanan Si Pemarah tersebut. Dan itulah yang menyebabkan dia bereaksi sangat keras seperti itu. Sungguh kejadian yang memalukan menurut saya, sebab Si pengendara sepeda sudah meminta maaf dan mengakui keteledorannya dalam mengendarai sepeda. Meskipun boleh dibilang kesalahan tidak semata-mata karena keteledorannya, tetapi bisa juga disebabkan oleh Si Kaya yang Pemarah tersebut sendiri. Kenapa dia waktu mau keluar dari mobil dan membuka pintu tidak lihat-lihat dulu ke arah belakang.
Sahabat, akhirnya pertikaian tersebut untuk sementara dapat direda, Si Pengendara sepeda sudah pergi meninggalkan lokasi kejadian. Akan tetapi Si Kaya yang Pemarah nampaknya masih memendam dendam, terbukti dia masih berusaha mengejar Si Pengendara Sepeda. Dan kita tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Selepas kepergian Si Kaya nan Pemarah tersebut, saya kembali meneruskan makan siang. Dan pembicaraan orang-orang masih seputar kejadian yang baru saja terjadi. Pada umumnya mereka mencemoh dan menyalahkan Si Kaya nan Pemarah tadi, dan tidak ada suara-suara yang menaruh simpati pada sikapnya yang arogan dan terkesan sombong tersebut.
Sahabat, dari kejadian tersebut saya menjadi berpikir dan merenung. Orang tidak akan mendapatkan penghormatan yang baik dengan cara merendahkan orang lain. Buktinya ya, kejadian yang barusan saya lihat sendiri. Bukankah secara kasat mata harusnya Si Pengendara mobil mendapatkan penghormatan yang lebih tinggi dari Si Pengendara sepeda, sebab dia lebih kaya dan lebih berpendidikan tentunya. Tetapi karena sikapnya dan kemarahan yang berlebihan hanya karena masalah yang sangat-sangat sederhana, Ia sampai tega menghina orang lain dengan membanting sepedanya dijalanan seakan-akan sepeda itu tidak ada harganya sama sekali, kemudian diteruskan dengan pukulan dan tendangan yang membabi buta. Sungguh sangat memalukan.
Sahabat, mungkin ini bisa jadi pegangan buat kita “Kehormatan Tidak Akan Anda Dapatkan dengan Jalan Merendahkan Orang Lain.”
Sahabat, semoga ini bermanfaat buat kita semua. Dan menjadikan kita lebih arif dan bijak dalam bertindak di kehidupan dunia ini. Sadari dan renungilah, semoga Tuhan berkenan pada diri kita.