Kamis, 11 Desember 2014

Perbedaan Antara Manusia dan Hewan



Selama ini kita selalu diajarkan bahwa perbedaan manusia dan hewan/binatang adalah pada akal dan pikiran. Manusia selalu ditempatkan lebih tinggi karena memiliki akal dan pikiran (otak) yang lebih unggul dibandingkan dengan binatang. Sehingga dengan akal pikirannya tersebut mampu menciptakan peradaban dunia dengan budi, cipta dan karsanya.
Pertanyaannya saya adalah “Apa iya itu yang membedakan antara manusia dengan binatang?” Lama saya mencoba merenungi dan mencari tahu, benarkah apa yang diajarkan kepada saya selama ini. Keraguan saya muncul setelah saya menonton sebuah acara di televisi yang menayangkan tentang kecerdikan beberapa binatang ketika diberikan sebuah masalah.

Pertama, ada seekor burung Gagak yang diberikan sebutir kacang yang diletakkan dalam sebuah tabung gelas kecil dan berisi separuh air. Pada awalnya burung Gagak tersebut mencoba mengambil kacang dari dalam tabung tersebut. Karena terlalu sempit dan paruhnya pun tidak cukup sampai untuk mematuk kacang tersebut. Diluar dugaan burung gagak tersebut kemudian turun ke tanah, kemudian mematuk kerikil lalu membawanya dan memasukkannya ke dalam gelas berisi kacang tadi. Begitu dilakukannya berulang-ulang sampai kacang dengan sendirinya terangkat ke permukaan gelas bersamaan dengan air yang semakin tinggi permukaannya, dan dia mendapatkan kacangnya. Hmmm…. Darimana si burung Gagak belajar hukum Archimedes. ;)

Kedua, hal yang sama dilakukan kepada se-ekor orang hutan. Akan tetapi kali ini tabung kosong (tanpa air) dengan beberap biji kacang, dan tabung diikat sehingga tidak bias ditumpahkan. Tentu saja karena terlalu sempit jari-jari orang hutan tidak dapat menjangkau kacang di dalam tabung gelas tersebut. Menurut Anda kira-kira bagaimana cara mengambilnya? Tentu yang paling mudah adalah ambil lidi dan coba mengambilnya dengan sebatang lidi tersebut. Tetapi itu pasti cukup sulit untuk mendapatkan kacangnya. Sungguh diluar dugaan, orang hutan tidak mengambil lidi, tetapi justru turun ke kolam kemudian mengulum air di dalam mulutnya. Lalu dituangkannya air tersebut ke dalam tabung gelas tadi. Masya Allah…. Bener juga orang hutan tersebut. Dengan memasukkan air maka kacang yang ringan itu akan mengambang dan terangkat ke permukaan gelas, dan sudah pasti dia mendapatkan kacang tersebut.

Dari dua contoh tersebut, apakah masih layak kita beranggapan bahwa akal dan pikiranlah yang membedakan kita dengan binatang. Sepertinya anggapan tersebut harus dikaji kembali, sebab dua contoh diatas cukup untuk memberikan kepada kita sebuah pembelajaran baru tentang akal dan pikiran yang selama ini kita agung-agungkan; yang sering kita tonjolkan dan menjadi jumawa bahwa kita adalah mahluk yang mulia karena memiliki akal dan pikiran.
  
Pertanyaannya kemudian adalah “Lantas apa sesungguhnya yang membedakan Manusia dan Binatang? atau mungkin justru tidak ada bedanya antara manusia dan binatang?”.  

Letak perbedaaan manusia dan binatang adalah pada “HATI”, hati bukan dalam artian segumpal daging yang terletak di dalam tubuh. Akan tetapi hati dalam artian pemanfaatannya dalam hal olah rasa, olah budi, dan olah karsa. Hati untuk mendengar, meraba, dan merasakan. Bukan hati yang sekedar untuk metabolisme itu. Jika kita memiliki “HATI” tentu kita akan merasa berdosa jika melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Mencuri, berdusta, berzina, mabuk-mabukan dan lain-lainnya yang menurut “HATI” kita itu adalah SALAH. “HATI” adalah tempat tautan antara jiwa kita dengan Sang Pencipta kita, yaitu Allah, Tuhan Semesta Alam. Tempat bersemayamnya diri kita, diri Yang Sejati.

Coba renungkan ini, ada seseorang yang hari-harinya hanya diisi dengan kegiatan-kegiatan duniawi. Tidur, makan/minum, bekerja mencari nafkah, belajar menuntut ilmu, dan lain-lainnya tanpa pernah meluangkan sedikit waktunya untuk sekedar mengingat-NYA. Jangankan sholat,  cuma menghentikan pikirannya barang sekejap untuk mengingat Allah, Tuhan yang Menciptakannya pun tidak pernah. Ia hanya sibuk dan sibuk dengan dunianya. Hatinya telah "kosong", yang ada hanyalah apa yang ada di alam pikiran-nya, dan lalai akan Siapa yang Memelihara dirinya.

Bandingkan dengan rutinitas kegiatan seekor ayam jago peliharaan saya ini. Pagi turun dari kandang pergi ke kebun untuk mengais-ngais tanah atau tumpukkan sampah untuk mendapatkan makanannya, muter dari satu lokasi ke lokasi lain. Kalau lelah, lalu beristirahat; berteduh dibawah pohon sambil leyeh-leyeh. Kalau ada ayam betina lewat, tingkahnya jadi beringas, mbagusi (sok ganteng), dan lalu mengejar-ngejar si ayam betina tersebut. Kalau tertangkap, tanpa sopan santun maen nangkring saja kemudian di kawinin. Selesai melepas syahwatnya terus mengepak-ngepakkan sayapnya dan berkokok lantang dengan sombongnya, dan pergi begitu saja. Menjelang senja pulang lagi ke kandang, tidurrr lagi. Rutin itu setiap hari, ya begitu itu kelakuan si ayam jago ini.

Gak ada bedanya kan seseorang tadi dengan ayam jago, ternak saya itu. Atau binatang-binatang ternak lainnya. Kalau seseorang tadi Peternak-nya adalah Allah SWT, Tuhan kita, sementara ayam, sapi, kambing atau kelinci  peternaknya adalah manusia. Peternaklah yang memelihara dan menyediakan makanan untuk binatang piaraannya. Bener nggak? masih mending ayam, kambing, sapi, atau kerbau masih bisa dijual atau disembelih buat dimakan. Masih ada manfaatnya, lha kalau ternak manusia apa untungnya buat Tuhan?

Makanya Allah mengingatkan dalam Al-quran surah Al-a'raf ayat 179 :


"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya dengan cara istidraj.


 *) istidraj = dengan membiarkan orang itu bergelimang dalam kesesatannya, hingga orang itu tidak sadar bahwa dia didekatkan secara berangsur-angsur kepada kebinasaan.

Ok. Lalu bagaimana agar kita menjadi berbeda dengan binatang ternak? Gampang saja.
Gunakanlah hati, mata, telinga dan seluruh panca indria kita untuk mengenali Allah dan mengingatnya. Caranya pun mudah saja sebenarnya, Allah hanya minta 5 waktu yang wajib. Shalat fardhu 17 rakaat, kalau ada waktu lebih itu jauh lebih baik lagi.