Selama ini kita selalu diajarkan
bahwa perbedaan manusia dan hewan/binatang adalah pada akal dan pikiran. Manusia
selalu ditempatkan lebih tinggi karena memiliki akal dan pikiran (otak) yang
lebih unggul dibandingkan dengan binatang. Sehingga dengan akal pikirannya
tersebut mampu menciptakan peradaban dunia dengan budi, cipta dan karsanya.
Pertanyaannya saya adalah “Apa iya
itu yang membedakan antara manusia dengan binatang?” Lama saya mencoba
merenungi dan mencari tahu, benarkah apa yang diajarkan kepada saya selama ini.
Keraguan saya muncul setelah saya menonton sebuah acara di televisi yang
menayangkan tentang kecerdikan beberapa binatang ketika diberikan sebuah
masalah.
Pertama, ada seekor burung Gagak
yang diberikan sebutir kacang yang diletakkan dalam sebuah tabung gelas kecil dan
berisi separuh air. Pada awalnya burung Gagak tersebut mencoba mengambil kacang
dari dalam tabung tersebut. Karena terlalu sempit dan paruhnya pun tidak cukup
sampai untuk mematuk kacang tersebut. Diluar dugaan burung gagak tersebut
kemudian turun ke tanah, kemudian mematuk kerikil lalu membawanya dan
memasukkannya ke dalam gelas berisi kacang tadi. Begitu dilakukannya
berulang-ulang sampai kacang dengan sendirinya terangkat ke permukaan gelas bersamaan
dengan air yang semakin tinggi permukaannya, dan dia mendapatkan kacangnya. Hmmm….
Darimana si burung Gagak belajar hukum Archimedes. ;)
Kedua, hal yang sama dilakukan
kepada se-ekor orang hutan. Akan tetapi kali ini tabung kosong (tanpa air)
dengan beberap biji kacang, dan tabung diikat sehingga tidak bias ditumpahkan. Tentu
saja karena terlalu sempit jari-jari orang hutan tidak dapat menjangkau kacang
di dalam tabung gelas tersebut. Menurut Anda kira-kira bagaimana cara
mengambilnya? Tentu yang paling mudah adalah ambil lidi dan coba mengambilnya
dengan sebatang lidi tersebut. Tetapi itu pasti cukup sulit untuk mendapatkan
kacangnya. Sungguh diluar dugaan, orang hutan tidak mengambil lidi, tetapi
justru turun ke kolam kemudian mengulum air di dalam mulutnya. Lalu dituangkannya
air tersebut ke dalam tabung gelas tadi. Masya Allah…. Bener juga orang hutan
tersebut. Dengan memasukkan air maka kacang yang ringan itu akan mengambang dan
terangkat ke permukaan gelas, dan sudah pasti dia mendapatkan kacang tersebut.
Dari dua contoh tersebut, apakah
masih layak kita beranggapan bahwa akal dan pikiranlah yang membedakan kita
dengan binatang. Sepertinya anggapan tersebut harus dikaji kembali, sebab dua
contoh diatas cukup untuk memberikan kepada kita sebuah pembelajaran baru
tentang akal dan pikiran yang selama ini kita agung-agungkan; yang sering kita
tonjolkan dan menjadi jumawa bahwa kita adalah mahluk yang mulia karena
memiliki akal dan pikiran.
Pertanyaannya
kemudian adalah “Lantas apa sesungguhnya yang membedakan Manusia dan Binatang? atau
mungkin justru tidak ada bedanya antara manusia dan binatang?”.
Letak perbedaaan manusia dan binatang
adalah pada “HATI”, hati bukan dalam artian segumpal daging yang terletak di
dalam tubuh. Akan tetapi hati dalam artian pemanfaatannya dalam hal olah rasa, olah budi, dan olah karsa. Hati untuk mendengar, meraba, dan merasakan. Bukan hati yang sekedar untuk metabolisme itu. Jika kita memiliki “HATI”
tentu kita akan merasa berdosa jika melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Mencuri,
berdusta, berzina, mabuk-mabukan dan lain-lainnya yang menurut “HATI” kita itu adalah SALAH. “HATI”
adalah tempat tautan antara jiwa kita dengan Sang Pencipta kita, yaitu Allah, Tuhan
Semesta Alam. Tempat bersemayamnya diri kita, diri Yang Sejati.
Coba renungkan ini, ada seseorang
yang hari-harinya hanya diisi dengan kegiatan-kegiatan duniawi. Tidur,
makan/minum, bekerja mencari nafkah, belajar menuntut ilmu, dan lain-lainnya
tanpa pernah meluangkan sedikit waktunya untuk sekedar mengingat-NYA. Jangankan
sholat, cuma menghentikan pikirannya
barang sekejap untuk mengingat Allah, Tuhan yang Menciptakannya pun tidak pernah. Ia hanya
sibuk dan sibuk dengan dunianya. Hatinya telah "kosong", yang ada hanyalah apa yang ada di alam pikiran-nya, dan lalai akan Siapa yang Memelihara dirinya.
Bandingkan dengan rutinitas kegiatan seekor ayam jago peliharaan saya ini. Pagi turun dari kandang pergi ke kebun
untuk mengais-ngais tanah atau tumpukkan sampah untuk mendapatkan makanannya, muter dari satu lokasi ke lokasi lain. Kalau lelah, lalu
beristirahat; berteduh dibawah pohon sambil leyeh-leyeh. Kalau ada ayam betina lewat, tingkahnya
jadi beringas, mbagusi (sok ganteng), dan lalu mengejar-ngejar si ayam betina tersebut. Kalau tertangkap, tanpa sopan santun maen nangkring saja kemudian di kawinin.
Selesai melepas syahwatnya terus mengepak-ngepakkan sayapnya dan berkokok
lantang dengan sombongnya, dan pergi begitu saja. Menjelang senja pulang lagi ke kandang, tidurrr
lagi. Rutin itu setiap hari, ya begitu itu kelakuan si ayam jago ini.
Gak ada bedanya kan seseorang tadi
dengan ayam jago, ternak saya itu. Atau binatang-binatang ternak lainnya. Kalau
seseorang tadi Peternak-nya adalah Allah SWT, Tuhan kita, sementara ayam, sapi, kambing atau kelinci
peternaknya adalah manusia. Peternaklah yang memelihara dan menyediakan makanan untuk binatang piaraannya. Bener nggak? masih mending ayam, kambing, sapi, atau kerbau masih bisa dijual atau disembelih buat dimakan. Masih ada manfaatnya, lha kalau ternak manusia apa untungnya buat Tuhan?
Makanya Allah mengingatkan dalam Al-quran surah Al-a'raf ayat 179 :
"Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan azab
Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya dengan cara istidraj.”
*) istidraj = dengan membiarkan orang itu bergelimang dalam kesesatannya,
hingga orang itu tidak sadar bahwa dia didekatkan secara
berangsur-angsur kepada kebinasaan.
Ok. Lalu bagaimana agar kita
menjadi berbeda dengan binatang ternak? Gampang saja.
Gunakanlah hati, mata, telinga dan
seluruh panca indria kita untuk mengenali Allah dan mengingatnya. Caranya pun mudah
saja sebenarnya, Allah hanya minta 5 waktu yang wajib. Shalat fardhu 17 rakaat,
kalau ada waktu lebih itu jauh lebih baik lagi.